Religi

Percakapan Antara Penghuni Neraka & Surga

Allah Ta’ala berfirman :

“Dan penghuni-penghuni surga berseru kepd penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan), “Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikan kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?’ Mereka (penduduk neraka) menjawab, ‘Betul.’ Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu, ‘Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dzalim.’ (al-A’raf: 44) hingga firman-Nya,
Dan penghuni neraka menyeru penghuni surga, “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atay makanan yang telah dirizkikan Allah kepadamu.” Mereka (penghuni surga) menjawab, “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan keduanya di atas orang-orang kafir (al-A’raf: 50)


Tentang ayat tadi Ibnu Abbas seperti dikutip oleh Sufyan bin Uyainah dari Utsman ats-Tsaqafi, dari Sa’id bin Jubair mengatakan, “Seorang penghuni neraka memanggil temannya penghuni surga, ‘Aku sudah terbakar. Tolong beri aku air!’ Allah berfirman, ‘Jawab seruannya!’ Maka ia pun menjawab, ‘Sesungguhnya Allah mengharamkannya atas orang-orang kafir.’*

Khulaid al-Ashri menjelaskan makna firman Allah yang isinya, “Maka ia meninjaunya, lalu dia melihat temannya itu di tengah-tengah neraka menyala-nyala.” (ash-Shaaffat: 55), yait di tengah-tengah neraka yang apinya sedang menyala-nyala, orang itu menyaksikan seonggok tengkorak sedang mendidih lalu berkata, “Itu tengkorak si polan temanku.” Sekalipun Allah mengenalkan ia pada temannya itu, ia akan sulit mengenalinya lantaran keelokannya sudah benar-benar berubah sama sekali. Pada saat itulah ia berkata seperti apa yang dikutip dalam Al-Qur’an, “Demi Allah, sesungguhnya kamu benar-benar hampir mencelakakanku.” (ash-Shaaffat: 56)

Ahmad bin Abu al-Hawari meriwayatkan dari Abdullah bin Ghayyats, ia berkata, sesungguhnya al-Farazi mengatakan, “Setiap orang mukmin di surga memiliki empat buah pintu. Pertama, pintu masuk para tamu, yaitu para malaikat. Kedua, pintu masuk isteri-isteri mereka dari bidadari. Ketiga, pintu yang terkunci antara ia dan penghuni neraka namun ia bisa membukanya kapan saja kehendaki. Jadi, ia bisa memandang mereka untuk merasakan betapa besar nikmat yang ia peroleh di surga. Dan keempat, pintu yang menghubungkan dia dengan Dar al Salam, yaitu sebuah tempat untuk pertemuan dia dengan Tuhan, kapan saja ia mau.”

NB : Semoga kita semua dalam lindungan Allah SWT dan terbebas dari belenggu api neraka. Amin…

Sumber : 
*Prahara Neraka, Ibnu Rajab al Hanbali
*Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Tafsir Al Thabari VIII/144




Etika Dalam Berteman

Salah satu pembahasan yang menarik yang dibicarakan dalam kitab Maraqi al-‘Ubudiyah adalah adab atau etika dalam berteman. Dengan memperhatikan etika dalam pergaulan, akan membuat persahabatan menjadi semakin langgeng.


Teman adalah sahabat dalam pergaulan. Bergaul dengan teman yang baik, niscaya akan mengantarkan kita pada perbuatan yang baik pula. Sebab, teman yang baik akan senantiasa memberikan sesuatu yang terbaik. Karena itu, janganlah teman yang seperti ini disakiti. Sebaliknya, teman yang tidak baik akan membawa kita pada perbuatan yang tidak baik. Bergaul dengan teman seperti ini, dapat menjerumuskan kita pada hal-hal yang negatif.



Berkaitan dengan masalah ini, Imam Ghazali dan Syekh Nawawi menuliskan beberapa syarat atau adab dalam persahabatan atau memilih teman. Di dalam kitabnya ini, Syekh Nawawi menyebutkan setidaknya ada dua hal besar yang harus diperhatikan dalam pergaulan. Pertama, perhatikan terlebih dahulu tata cara berteman dan memilih teman yang baik, agar kita tidak ikut terjerumus dalam perbuatan yang tidak baik. Kedua, kewajiban yang harus dipenuhi dalam berteman.



Al-Ghazali mengatakan, bila engkau mencari seseorang untuk dijadikan teman dalam menuntut ilmu, serta urusan keagamaan dan duniawi, maka perhatikanlah lima hal.



Pertama, pintar. Berteman dengan orang yang pintar akan membawa kita menjadi makin pintar. Sebaliknya, berteman dengan orang yang bodoh, akan membuat diri kita menjadi bodoh. Dan kata al-Ghazali, tidak ada manfaatnya berteman dengan orang bodoh.



Ali bin Abi Thalib berkata, “Janganlah berteman dengan orang bodoh, karena engkau akan celaka.”



Kedua, memiliki akhlak yang baik. Berteman dengan orang yang berakhlaq baik, akan mengantarkan kita menjadi orang baik. Dia akan senantiasa memberikan nasehat yang baik dan melarang kita melakukan perbuatan maksiat.



“Sahabat sejati adalah orang yang selalu bersamamu. Ia rela berkorban untuk membantumu. Dan ketika engkau sedang ditimpa kesusahan, maka ia akan senantiasa memperhatikan dan menolongmu.” Ujar Ali bin Abi Thalib.



Ketiga, bergaullah dengan orang shaleh. Bergaul dengan orang shaleh akan membawa kita pada kedamaian dan ketenangan. Sedangkan bergaul dengan orang yang fasik akan membuat dirimu susah dan jiwamu tidak tenang.



Keempat, jangan tamak atau rakus. Berteman dengan orang yang tamak pada dunia, bagaikan racun yang membunuh. Dan kelima, bertemanlah dengan jujur. Jangan berteman dengan orang yang suka berdusta dan berlaku curang, karena dia akan membawa kita pada perbuatan menipu.
Adapun kewajiban seseorang dalam berteman, jelas Syekh Nawawi, senantiasa mau membantu teman yang sedang dalam kesusahan, baik dengan bantuan tenaga, pikiran, dan maupun materi (harta).



Kewajiban lainnya adalah senantiasa menyimpan rahasia teman, menutupi aibnya, dan tidak menyampaikan omongan lain yang mengecamnya, menyampaikan pujian orang lain atas dirinya, dan mendengarkan pembicaraan yang baik darinya tanpa berpura-pura.



Dalam salah satu riwayat disebutkan, bila berbicara dengan seorang teman, maka perhatikanlah. Pandanglah wajahnya, jangan berpaling. Sebab, orang yang berbicara dengan lawan bicaranya yang tidak mau memandangnya, berarti ia tidak memperhatikan apa yang dibicarakan. Wallahu a’lam.



Sumber : Republika no. 86 hal. B9