Jumat, 19 November 2010

Kisah Sebuah Kalung

Suatu hari, seorang laki-laki tua datang mengenakan pakaian usang. Langkahnya sempoyongan ketika menemui Rasulullah saw. “Wahai Nabi, aku lapar, telanjang (berpakaian usang) dan miskin. Berilah aku pakaian, sandang, dan bantuan!”

Saat itu, Rasul tengah dilanda kesusahan. “Sungguh, aku ini tak memiliki apa-apa yang dapat aku berikan kepadamu. Pergilah ke rumah perempuan yang mendahulukan Allah daripada dirinya, yakni Fatimah...!”

Bilal kemudian mengantar orang tua itu ke rumah Fatimah. Di hadapannya, orang tua itu berkata, “Wahai putri Muhammad! Aku lapar dan butuh pakaian. Tolonglah aku, semoga Allah memberkatimu!”

Ketika itu, Fatimah juga dilanda kesusahan, tetapi ketika melihat kondisi orang tua itu, ia tidak tega. Ia memberi kulit biri-biri yang biasa dipakai alas tidur Hasan dan Husain, “Ambillah ini! Semoga Allah menggantinya bagimu dengan yang lebih baik lewat menjualnya.”

“Wahai Fatimah! Aku mengeluh lapar kepadamu dan engkau memberiku kulit biri-biri! Bagaimana bisa aku makan dengan ini?”

Fatimah seperti diiris sembilu. Lantas, ia mengulurkan kalungnya. Orang itu mengambil kalung tersebut, lalu kembai menemui Nabi. “Wahai Nabi! Fatimah memberiku kalung dan memintaku untuk menjualnya...”

Rasul tersenyum, “Sungguh, Allah akan memberimu jalan keluar, karena Fatimah memberimu kalung ini.”

Ammar bin Yasir yang ada di dekat Nabi meminta izin kepada Nabi untuk membeli kalung itu. Rasul memeri izin dan Ammar menanyakan harganya.

“Sepiring roti dan daging, sehelai baju Yaman untuk menutupi auratku dan mendirikan shalat di hadapan Allah, uang 1 dinar agar aku bisa pulang!”

Ammar yang baru menjual harta rampasan perang Khaibar, ternyata, menawar lebih, “Aku memberimu 20 dinar, 200 dirham, sehelai baju Yaman, kuda untuk membawamu pulang dan kebutuhanmu akan roti dan daging.”

Setelah Ammar mengajak orang itu untuk memenuhi janjinya, orang itu menemui Nabi lagi, “Aku kini jadi kaya. Semoga ayah dan ibuku jadi benebus bagi Anda.” Nabi menimpali, “Maka, balaslah Fatimah atas kemurahanhatinya!” Orangtua itu memanjatkan doa. Setelah itu, ia pun pamit pulang.

Ketika Ammar membeli kalung itu, rupanya ia punya maksud lain. Ia membungkus kalung itu kemudian meminta budaknya, Shahm, untuk mengantarkannya pada Nabi, “Berikan kalung ini pada Rasulullah! Katakan pada beliau, aku serahkan kamu pada Fatimah!”

Shahm menyampaikan pesan Nabi. Fatimah menerima kalung itu, seraya mengatakan bahwa Shahm telah merdeka. Seketika itu, Shahm tertawa. Karena tak tahu di balik tawa Shahm itu, maka Fatimah pun bertanya kepadanya.

“Aku tertawa karena memikirkan kebajikan kalung ini. Ia memberi makan orang lapar, memberi pakaian orang telanjang, melapangkan orang miskin, membebaskan budak, dan kembali pada pemilik aslinya.

(Sumber : Majalah Hidayah edisi Mei 2008, rubrik Tadzkirah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar